Anda suka browsing di Internet? Kalau 'ya', Anda mungkin pernah chatting atau ber-cyber-love atau mungkin ber-cyber-sex dengan 'lawan main'; Anda. Atau barangkali Anda suka membuka situs-situs 'triple X' yang begitu 'memukau' dan membuat kadar testosteron Anda naik ke ubun-ubun?
Kalau cuma sesekali, barangkali masih normal. Namun, kalau Anda sudah kecanduan dan susah melupakan kebiasaan itu, Anda mesti waspada. Akibatnya bisa fatal, perilaku berubah, kinerja belajar, hubungan suami-istri amburadul, rumah tangga bisa hancur bahkan bercerai. Lho?!
Psikolog Amerika, Kimberley Young menyatakan, banyak perkawinan yang berumur 15, 20, atau 25 tahun dapat berakhir hanya karena tiga atau empat bulan cyber-affair, perselingkuhan siber.
Kehidupan modern memang membuat jangkauan pergaulan meluas, sementara energi sosialisasi kita terbatas. Untungnya, teknologi komunikasi mampu memberi pijakan baru dalam relasi ini. Salah satu di antaranya adalah internet, sebuah penemuan terbesar dalam abad ini. Saking kuatnya pijakan itu, internet menjadi bagian tidak terpisahkan dari evolusi sosialisasi manusia.
Namun, setiap perkembangan selalu memunculkan wajah buruknya, di samping manfaatnya. Wajah buruk itu terwakili oleh perselingkuhan siber dan kecanduan seks di internet. Memang, internet tidak saja memberikan informasi ilmu pengetahuan, tapi juga materi-materi pornografis. Maka, kalau ada orang bilang, manusia adalah binatang seks, wajar saja jika kemudian muncul fenomena kecanduan seks di Internet.
Internet memang bak rimba perawan nan menantang. Survai yang dilakukan psikolog David Greenfield awal tahun ini menunjukkan, 6% dari 18.000 responden kecanduan berselancar di Intenet. Angka ini jika diproyeksikan ke jumlah penduduk Amerika, akan menemukan angka yang fantastis: jutaan orang menemukan 'obat' baru!
Dalam pertemuan tahunan Asosiasi Psikolog Amerika Greenfield mengatakan, kecanduan internet memiliki kesamaan gejala dengan kecanduan obat bius. Laporannya menemukan, mereka yang kecanduan Internet menyatakan 'hampir selalu' kehilangan jejak waktu.
Memang dalam penelitian itu terungkap, 83% keasyikan berselancar. Lebih tegas lagi, 58% di antaranya ingin menghabiskan lebih banyak lagi waktu berselancar.
Hasil penelitian Greenfield juga menemukan bahwa profil orang yang kecanduan adalah lelaki dengan rentang usia antara 25 dan 55. Rata-rata mereka berpendidikan tinggi dan berpenghasilan tinggi. Sebuah survai lain yang dilakukan tahun lalu juga menemukan angka yang klop: 86% dari peselancar lelaki di Amerika tertarik terhadap online sex. Delapan persen di antaranya bahkan menghabiskan waktu 11 jam seminggu hanya untuk melongok situs-situs porno.
Persoalan komunikasi memang bisa menjadi penyebab orang lari ke cybersex. Biasanya ini menyerang lelaki. Kaum adam memang memiliki kekurangan dalam komunikasi verbal untuk mengemukakan perasaan mereka.
Untuk membedah kekurangan, perlu ditarik ke belakang, yakni dalam proses sosialisasi. Di sini lelaki memperoleh perlakuan yang berbeda dalam persoalan mengungkapkan perasaan. Contoh, anak lelaki yang jatuh terus kesakitan. Lingkungan akan bilang, "Udah, kamu 'kan lelaki. Masak gitu saja kesakitan." Padahal, dalam soal perasaan lelaki dan wanita sama saja.
Perbedaan mencolok lainnya, lelaki terangsang oleh stimulus visual atau pengamatan, sedangkan perempuan oleh stimulus pendengaran. Perempuan lebih suka dirayu daripada diperlihatkan sosok lelaki telanjang.
Selain itu, persoalan fisik juga berpengaruh terhadap rangsangan seksual. Wanita, jika kecapaian, dorongan seksualnya menurun. Berbeda dengan lelaki yang meski lelah seharian bekerja dia masih memiliki dorongan seksual. Ibarat argometer atau mesin diesel, dorongan seksual lelaki jalan terus. Nah, untuk menyalurkan dorongan itulah, situs seks yang 'on' terus 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu mungkin bisa menjadi semacam 'solusi'.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar